Memuat...
05 June 2025 11:19

Dampak Media Sosial terhadap Kesehatan Mental: Perspektif Psikologi Modern

Bagikan artikel

Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Kita menggunakannya untuk terhubung, mencari informasi, hingga mengekspresikan diri. Namun, seiring meningkatnya intensitas penggunaan, muncul pula pertanyaan besar: apa dampaknya terhadap kesehatan mental kita?

Psikologi modern memandang media sosial sebagai pedang bermata dua ada manfaatnya, tetapi juga risikonya.

1. Dopamin dan Efek “Like”

Setiap kali seseorang menyukai postingan kita, otak melepaskan dopamin zat kimia yang menciptakan rasa senang. Ini mirip dengan efek yang ditimbulkan oleh makanan enak, aktivitas seksual, bahkan obat-obatan adiktif.

Inilah mengapa banyak orang terdorong untuk terus memeriksa notifikasi, membandingkan jumlah “like”, dan merasa puas atau kecewa berdasarkan reaksi orang lain. Ketergantungan ini bukan hanya soal kebiasaan, tapi juga proses biologis yang mengikat.

2. Perbandingan Sosial dan Citra Diri

Media sosial sering kali menampilkan versi terbaik dari hidup seseorang: wajah tanpa cela, liburan mewah, pencapaian luar biasa. Tanpa disadari, kita membandingkan realitas hidup kita yang biasa-biasa saja dengan highlight orang lain.

Hasilnya? Muncul perasaan kurang, iri, dan rendah diri. Dalam psikologi, ini dikenal sebagai social comparison, yang bila terus berlangsung dapat memicu stres, kecemasan, bahkan depresi, terutama pada remaja dan pengguna yang rentan secara emosional.

3. FOMO dan Kecemasan Sosial

FOMO (Fear of Missing Out) adalah fenomena umum yang tumbuh seiring dengan media sosial. Ketika kita melihat teman-teman berkumpul tanpa kita, atau acara menarik yang tidak kita ikuti, muncul rasa cemas atau takut tertinggal.

Kondisi ini bisa memperparah kecemasan sosial dan membuat seseorang merasa terisolasi, meskipun secara teknis mereka “terhubung” secara digital.

4. Gangguan Tidur dan Konsentrasi

Studi menunjukkan bahwa penggunaan media sosial berlebihan, terutama sebelum tidur, berkontribusi pada gangguan pola tidur. Paparan cahaya layar mengganggu produksi melatonin (hormon tidur), sementara konten yang memicu emosi membuat otak tetap aktif saat seharusnya beristirahat.

Selain itu, perhatian yang mudah terpecah karena notifikasi dan kebiasaan scroll juga menurunkan kemampuan fokus dan produktivitas.

5. Media Sosial dan Dukungan Emosional

Namun, tidak semua tentang media sosial bersifat negatif. Banyak pengguna mendapatkan dukungan emosional, menemukan komunitas yang memahami kondisi mereka (seperti penderita gangguan kecemasan, penyintas trauma, atau minoritas identitas).

Bagi sebagian orang, media sosial menjadi sarana ekspresi dan ruang aman yang membantu mereka merasa tidak sendirian.

6. Solusi Psikologis: Mengelola, Bukan Menghindari

Psikologi modern tidak menganjurkan untuk sepenuhnya “puasa media sosial”, tetapi lebih pada mengelola penggunaannya secara sadar:

  • Tetapkan batas waktu harian.

  • Gunakan fitur mute atau unfollow pada akun yang memicu perbandingan negatif.

  • Fokus pada interaksi yang membangun, bukan jumlah pengikut atau likes.

  • Jadwalkan detox digital untuk memberi ruang bagi kesehatan mental.

Kesimpulan

Media sosial adalah alat. Ia bisa menyambungkan atau memisahkan, membangun atau merusak, tergantung bagaimana kita menggunakannya. Dari sudut pandang psikologi modern, kunci keseimbangan terletak pada kesadaran diri, bukan penghindaran total. Mengenal dampaknya berarti kita bisa lebih bijak memilah mana yang baik untuk kesehatan mental dan mana yang harus ditinggalkan.

Sebagai bagian dari pusat asesmen Indonesia, biro psikologi Assesment Indonesia menghadirkan solusi asesmen psikologi dan psikotes online berkualitas tinggi untuk kebutuhan evaluasi yang komprehensif.

Bagikan