Di tengah dunia yang serba cepat dan penuh tuntutan ini, menerima diri sendiri sering kali terasa seperti tugas yang sederhana tapi sulit diwujudkan. Banyak orang bahkan yang terlihat percaya diri di luar diam-diam menyimpan rasa tidak puas terhadap dirinya sendiri. Mengapa hal ini terjadi? Apa penyebab kita sulit menerima diri, dan bagaimana psikologi memandang proses penerimaan diri yang sehat?
Penerimaan Diri Bukan Berarti Berhenti Berkembang
Banyak orang keliru mengira bahwa menerima diri berarti “menerima kelemahan begitu saja” atau “tidak ingin berubah”. Padahal, penerimaan diri adalah fondasi perubahan yang sehat. Menerima diri artinya mengakui kekuatan dan kekurangan kita secara utuh, tanpa menolak atau menghindari bagian-bagian yang tidak kita sukai.
Dengan penerimaan diri, seseorang bisa berkata, “Saya belum sempurna, tapi saya tetap berharga dan layak dikembangkan.”
Faktor yang Membuat Orang Sulit Menerima Diri
Beberapa penyebab umum dari kesulitan ini antara lain:
-
Standar sosial yang tidak realistis: Media sosial dan budaya populer sering menyuguhkan gambaran “ideal” tentang tubuh, karier, relasi, dan gaya hidup. Akibatnya, banyak orang merasa gagal hanya karena hidupnya tidak seperti “standar” itu.
-
Polarisasi masa lalu: Pengalaman buruk seperti pengabaian, kritik keras dari keluarga, atau bullying di masa kecil bisa membuat seseorang tumbuh dengan keyakinan bahwa dirinya “tidak cukup baik”.
-
Self-talk negatif: Pola pikir yang merendahkan diri sendiri (contoh: “Aku selalu salah”, “Aku nggak berguna”) membentuk persepsi bahwa kita tidak layak dicintai atau dihargai.
-
Perfeksionisme: Keinginan untuk selalu tampil sempurna sering kali menjadikan orang lebih fokus pada kekurangan daripada pencapaian.
Apa Kata Psikologi tentang Penerimaan Diri?
Dalam pendekatan psikologi humanistik, tokoh seperti Carl Rogers menekankan bahwa penerimaan diri adalah syarat utama agar seseorang bisa bertumbuh secara sehat. Rogers menyebutnya sebagai “unconditional positive regard” yaitu menerima diri tanpa syarat.
Dalam terapi ACT (Acceptance and Commitment Therapy), penerimaan diri adalah langkah awal agar seseorang bisa menjalani hidup sesuai nilai-nilainya, bukan berdasarkan rasa takut atau penolakan diri.
Penerimaan diri bukan berarti pasif, melainkan kesadaran penuh bahwa kita layak bertumbuh karena kita manusia, bukan karena kita sudah sempurna.
Latihan Praktis untuk Meningkatkan Penerimaan Diri
-
Mengenali narasi batin: Apa kata-kata yang sering kamu ucapkan tentang dirimu sendiri? Apakah itu mendukung atau justru menyabotase?
-
Latihan afirmasi positif: Ulangi kalimat-kalimat seperti “Saya layak dihargai meski masih belajar”, “Saya punya kelebihan dan kekurangan, dan itu manusiawi.”
-
Tuliskan 3 hal yang kamu syukuri tentang dirimu setiap hari bisa berupa tindakan kecil, sifat, atau nilai yang kamu pegang.
-
Berlatih memaafkan diri sendiri atas kesalahan masa lalu. Semua orang pernah gagal, dan semua orang berhak untuk memperbaiki diri.
Menerima Diri Adalah Tindakan Aktif, Bukan Pasrah
Saat kita mampu menerima diri sendiri, kita berhenti menyiksa diri dan mulai membangun hidup yang lebih sehat secara psikologis. Kita bisa berinteraksi dengan orang lain tanpa topeng, berani mencoba hal baru tanpa takut dihakimi, dan lebih mudah mencintai orang lain karena sudah belajar mencintai diri sendiri.
Kesimpulan
Penerimaan diri bukan hasil akhir, tapi proses yang terus berulang. Kadang naik, kadang turun dan itu wajar. Yang penting adalah kita mau mengenal diri dengan jujur, bersikap lembut pada diri sendiri, dan terus belajar untuk mencintai hidup ini apa adanya.
Biro psikologi Assesment Indonesia menyediakan jasa psikotes untuk berbagai kebutuhan asesmen psikologi, baik untuk individu maupun perusahaan. Layanan kami dirancang untuk memberikan hasil yang akurat dan terpercaya.